Digilife

Waduh, 6.800 WNI Terlibat Online Scam di Filipina Sampai Kamboja

Aisyah Banowati
Waduh, 6.800 WNI Terlibat Online Scam di Filipina Sampai Kamboja

Uzone.id – Iming-iming kerja di luar negeri dengan gaji besar masih jadi harapan manis buat kebanyakan orang. Mirisnya, tak sedikit yang kurang beruntung hingga terjebak menjadi korban dalam kasus penipuan.

Data sejak tahun 2020 hingga 2025 yang dimiliki oleh Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mencatat ada 6.800 warga Indonesia yang terlibat dalam kasus penipuan berbasis teknologi (online scam) di 10 negara, mayoritas tersebar di Kamboja, Filipina, dan Myanmar. 

“Sampai Februari 2025 ada 6.800 kasus WNI bermasalah karena online scam sejak 2020. Kemungkinan besar angkanya masih terus meningkat," ungkap Judha Nugraha, Kemlu RI pada Jumat (21/2), melansir dari berbagai sumber.






Mayoritas dari kasus ini terindikasi merupakan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), serta sebanyak 270 warga Indonesia yang terlibat sebagai pekerja atau pelaku judi online (judol). Menurut pemaparan Judha, beberapa di antara mereka bahkan sudah bekerja selama 2,5 tahun di sektor judol.

Tak hanya berdiam diri di satu negara, para pekerja tersebut sudah pernah bekerja di Filipina, Laos, serta Myanmar. Kebanyakan ditawari kerja di Thailand baru kemudian dikirim ke Myanmar. Saat ini, Kemlu sendiri tengah melakukan evakuasi terhadap 92 WNI yang diduga menjadi korban TPPO di Myawaddy, Myanmar. 





Modus penipuan kerja di luar negeri

Tawaran bekerja di luar negeri memang terdengar menarik. Apalagi gaji yang diterima jika dikonversikan menjadi rupiah totalnya bisa jutaan. Jauh melampaui gaji rata-rata UMR di Tanah Air. 

Namun, sebelum benar-benar menerima tawaran tersebut, perhatikan beberapa modus penipuan kerja di luar negeri agar tidak terjebak dengan kasus TPPO. Ciri-ciri yang paling umum yakni modus ini menjanjikan gaji tinggi tanpa perlu kualifikasi khusus, serta calon pekerja akan berangkat tanpa kontrak dan visa kerja.

Nantinya, ketika sudah sampai di negara tujuan, para korban akan dipaksa untuk menjadi online scammer. Setiap pekerja akan diberikan daftar dan jumlah target yang harus dicapai dalam satu bulan. Apabila tidak mencapai target, akan ada sanksi seperti penyiksaan verbal dan fisik. 

Kemlu sempat mengungkapkan bahwa target korban—calon pekerja online scam—yang disasar umumnya yang masih dalam usia produktif. Biasanya, calon korban berusia 18-35 tahun yang melek teknologi.

Untuk itu, Kemlu menghimbau agar masyarakat lebih berhati-hati saat melamar pekerjaan di situs jaring dan media sosial.