Tren Baru AI-Lationship: Banyak Gen Z yang Ingin Menikah dengan AI

Uzone.id — Penggunaan AI saat ini memang sudah merajalela bahkan ke semua aktivitas sehari-hari. Bahkan, banyak tren baru yang muncul berkat AI, salah satunya adalah tren berbincang dengan chatbot AI.
Tak sedikit yang kini sudah berteman dengan chatbot AI, apalagi sudah ada AI pintar yang dipersonalisasi dengan karakter yang sesuai dengan keinginan sendiri. Saking miripnya dengan manusia, orang-orang sudah menggunakan AI untuk berkencan, bahkan menikah.
Yap, menikah dengan AI. Sebuah survey yang dilakukan oleh perusahaan AI, Joi AI mengungkap bahwa 8 dari 10 Gen Z mempertimbangkan untuk menikahi pasangan AI. sebanyak 83 persen menyebut kalau mereka juga bisa membuat ikatan emosional dengan AI.
Survey ini dilakukan Joi AI pada sekitar 2 ribu Gen Z yang familiar dengan chatbot karakter AI.
Tren ‘memiliki hubungan’ dengan AI ini sering kali disebut sebagai AI-lationship dan sudah banyak yang menjalani.
"Hubungan AI atau AI-lationship ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan hubungan manusia yang sesungguhnya," kata Jaime Bronstein, LCSW, terapis hubungan dan ahli Joi AI, dikutip dari Mashable.
Ia melanjutkan, "Sebaliknya, mereka (chatbot AI ini) memberikan jenis dukungan emosional berbeda yang dapat meningkatkan kesejahteraan emosional secara keseluruhan."
Ahli neuropsikologi klinis Shifali Singh, direktur penelitian kognitif digital di Rumah Sakit McLean / Harvard Medical School, mengatakan bahwa AI-lationship ini bukan hal yang aneh.
“Tidak heran jika orang dewasa muda percaya bahwa mereka dapat memiliki ikatan emosional yang mendalam dengan AI,” katanya.
Hal ini merujuk pada beberapa orang yang memiliki kecemasan sosial tinggi dan lebih suka menggunakan alat digital (termasuk AI) karena tidak terlalu cemas dengan dampak yang ditimbulkan. Termasuk soal penghakiman dan respon di media sosial.
"Beberapa penelitian saya telah menunjukkan bahwa orang dengan kecemasan sosial cenderung lebih suka menggunakan alat digital karena mereka tidak terlalu takut akan dampaknya, penghakiman, terutama dengan media sosial," kata Singh.
Gen Z juga disebut memiliki pemikiran dimana mereka bisa berinteraksi dan bertukar pikiran tanpa harus dihakimi, sehingga hal ini sangat berarti.
Apalagi AI memiliki sifat mirroring, dimana mereka mencerminkan bahasa dari manusia yang mengajak mereka berbicara.
“Saat kalian berinteraksi dengan AI, AI mencerminkan bahasa dan proses berpikir kalian sendiri, dan itu terasa seperti respons emosional yang nyata," katanya.
Orang-orang kemudian merasa terhubung dengan AI karena jumlah empati yang lebih tinggi yang mungkin tidak mereka dapatkan dari interaksi manusia di kehidupan nyata.
"Yang harus kita waspadai adalah [bahwa] AI tidak akan memberi kita informasi yang baru... AI bersifat rekursif, berulang, dan algoritmik. Jadi, jika kalian memberikan ide yang dimulai dari sebuah benih, maka ide tersebut akan tumbuh menjadi semak belukar (luar dan tak terkendali),” tuturnya.