Sudah Resmi Terbit, Kapan Pajak Seller E-commerce Diberlakukan?
.jpg)
Uzone.id — Pemerintah
Indonesia telah resmi memberlakukan aturan mengenai pemungutan pajak
penghasilan (PPh) pasal 22 untuk pelaku usaha di e-commerce mulai 14 Juli 2025
kemarin.
Aturan mengenai pajak PPh pelaku e-commerce ini tercantum
dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tentang Penunjukan
Pihak Lain Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Serta Tata Cara Pemungutan,
Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang Dipungut oleh Pihak Lain atas
penghasilan yang Diterima atau diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme
Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Dalam keterangan yang disampaikan oleh pihak Direktorat
Jenderal Pajak (DJP), aturan ini sudah ditetapkan pada tanggal 11 Juni 2025 dan
mulai berlaku pada tanggal diundangkan 14 Juli 2025 kemarin.
Meski sudah resmi terbit pada 14 Juli 2025 kemarin, Pihak DJP sendiri akan menerapkan aturan perpajakan ini secara bertahap, sambil menunggu kesiapan pihak-pihak yang terlibat, termasuk kesiapan e-commerce sebagai pemungut pajak.
Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama menargetkan penerapan pajak ini
dilakukan dalam satu atau dua bulan setelah diterbitkan.
”Kami sudah berkomunikasi dengan marketplace. Kami
sosialisasikan dan mereka juga butuh penyesuaian di sistemnya. Ketika mereka
sudah siap untuk implementasi, mungkin dalam sebulan-dua bulan ke depan baru
kami tetapkan mereka sebagai pemungut PMSE,” ujarnya, sebagaimana dikutip dari
Antaranews, Kamis, (17/07).
Dalam PMK ini, tarif pemungutan PPh Pasal 22 sudah
ditentukan sebesar 0,5 persen per tahun dan dapat bersifat final maupun tidak.
Bagi UMKM yang tidak memenuhi kriteria, mereka akan dibebaskan dari pungutan
pajak, salah satunya adalah pelaku usaha dengan omzet di bawah atau sampai
dengan Rp500 juta per tahun.
“Latar belakang diterbitkannya PMK ini adalah pesatnya
perkembangan perdagangan melalui marketplace di Indonesia, terutama setelah
pandemi COVID-19 yang mendorong perubahan perilaku konsumen ke arah digital,”
kata Rosmauli, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat
Direktorat Jenderal Pajak.
Senada dengan pernyataan yang disampaikan sebelumnya, Rosmauli menjelaskan bahwa pengaturan ini bertujuan untuk menciptakan keadilan usaha atau level playing field antara pelaku usaha digital dan konvensional.
“Praktik kebijakan perpajakan yang serupa telah diterapkan
di beberapa negara seperti Meksiko, India, Filipina, dan Turki,” tuturnya.
Untuk mekanisme pemungutan pajak sendiri, DJP akan menunjuk
platform e-commerce seperti Tokopedia, TikTok Shop, Shopee dan lainnya untuk
memungut pajak kepada pelaku usaha lalu menyampaikan informasi perpajakan pada
DJP.
Merchant atau pelaku usaha juga diwajibkan untuk
menyampaikan informasi-informasi terkait bisnis mereka kepada pihak e-commerce
sebagai dasar pemungutan pajak.
“Dengan berlakunya PMK-37/2025, pemungutan pajak atas
transaksi di marketplace menjadi lebih sederhana dan berbasis sistem,” tutur
Rosmauli Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat
Jenderal Pajak.