Automotive

Skandal Korupsi Pertamina: Negara Rugi Rp193T, Dugaan Pertamax Oplosan

Muhammad Faisal Hadi Putra
Skandal Korupsi Pertamina: Negara Rugi Rp193T, Dugaan Pertamax  Oplosan

Uzone.id - Masyarakat Indonesia lagi-lagi dibuat kaget, sedih, dan kecewa karena kasus korupsi yang seolah tiada habisnya. Terkini, kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.

Tujuh orang telah ditahan, empat di antaranya merupakan pegawai Pertamina. Sisanya, merupakan tiga orang dari pihak swasta.

Mereka adalah Riva Siahaan (RS), Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga. Kemudian Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, dan Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.



Selain itu, seperti dikutip dari Tempo, tiga tersangka dari sektor swasta antara lain, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim, serta Gading Ramadan Joede (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Negara rugi ratusan triliun, Pertalite dioplos jadi Pertamax

Bikin geleng-geleng kepala kasus dugaan korupsi ini. Bagaimana tidak, disampaikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, kasus ini bikin negara merugi lebih dari Rp193 triliun. 

"Adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp193,7 triliun yang bersumber dari berbagai komponen," kata Qohar.

"Yang pertama kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, kemudian kerugian impor minyak mentah dalam melalui broker, kerugian impor BBM melalui broker, kerugian pemberian kompensasi dan kerugian karena pemberian subsidi karena harga minyak tadi menjadi tinggi," lanjutnya.

Bukan cuma itu, Qohar mengungkap kalau tersangka RS diduga melakukan pembelian untuk RON 92 Pertamax), namun nyatanya yang dibeli adalah RON 90 (Pertalite) yang diolah kembali.

Penyelewengan ini dikondisikan dalam rapat organisasi hilir (ROH) antara RA, SDS, dan AP, dimana hasil rapat menjadi dasar untuk menurunkan produksi kilang sehingga hasil produksi minyak bumi dalam negeri tidak sepenuhnya terserap.

"Pada akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor," terang Qohar.



Lebih lanjut, KKKS pada saat yang sama dengan sengaja menolak produksi minyak mentah dalam negeri. Alasannya, produksi minyak mentah disebut tidak memenuhi nilai ekonomis dan tidak sesuai spesifikasi.

Faktanya, dari segi harga masih sesuai dengan harga perkiraan sendiri (HPS) dan minyak yang diproduksi juga masih dapat dioleh sesuai dengan spesifikasi.

"Pada saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan dua alasan tersebut, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan ekspor," jelas Qohar.

Pertamina bantah ‘Pertamax oplosan’


Mengutip dari Antara, Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso membantah tudingan BBM jenis Pertamax yang dioplos dengan Pertalite. Ia menegaskan bahwa Pertamax yang beredar sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.

“Narasi oplosan itu tidak sesuai dengan apa yang disampaikan kejaksaan,” tegasnya.



Menurutnya, terdapat narasi yang keliru terkait Pertamax oplosan. Ia mengatakan, Kejagung tak menyebut ada dugaan pengoplosan Ron 90 menjadi Pertamax. Yang dipermasalahkan oleh Kejagung adalah pembelian RON 90 dan RON 92, bukan terkait adanya oplosan Pertalite menjadi Pertamax.

"Bukan adanya oplosan, sehingga mungkin narasi yang keluar, yang tersebar, sehingga ada misinformasi di situ," ujarnya.

“Kami pastikan bahwa produk yang sampai ke masyarakat itu sesuai dengan speknya masing-masing,” pungkasnya.