PPATK Blokir Rekening untuk Halau Judi Online: Sesat dan Keliru?

Uzone.id — Hingga Kamis, (31/07), total rekening bank yang diblokir oleh PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) mencapai puluhan juta rekening dormant. Meski sudah mengklaim akan memulihkan kembali rekening-rekening tersebut, masyarakat yang sudah terlanjur terkena imbas masih menyampaikan kritiknya.
Tidak hanya memberikan kerugian material, kebijakan ini juga menimbulkan ‘kemurkaan’ di tengah masyarakat.
Nailul Huda, pengamat digital sekaligus Direktur Ekonomi CELIOS menjelaskan kalau pemerintah Indonesia membuat kebijakan yang selalu membuat masyarakat murka, khususnya setelah Oktober 2024.
“Termasuk kebijakan terkait Penghentian Sementara Rekening Dormant. Kebijakan ini membuat murka masyarakat namun menyalahi hak-hak dari konsumen,” tegasnya dalam surat terbuka yang diterima Uzone.id, Kamis, (31/07).
Selain merugikan, Nailul menyebut bahwa pembekuan ataupun penutupan harus persetujuan dari pemilik rekening.
Tanpa persetujuan konsumen, PPATK disebut telah melakukan hal yang ilegal.
“Meskipun dalam UU P2SK ada aturan yang memperbolehkan OJK memblokir rekening yang terindikasi ada transaksi mencurigakan, tapi itu bukan ranah PPATK. Itu yang harus dipahami oleh PPATK terkait hak warga negara,” katanya.
Adanya penyalahgunaan rekening ini disebut ditimbulkan dari adanya sistem yang buruk dengan pengawasan yang lemah dan langkah mitigasi yang nyaris tidak ada.
“PPATK harus dicek terlebih dahulu apakah memang digunakan untuk hal yang negatif atau tidak. Bisa saja karena (nasabah) ter-PHK, atau tidak ada pemasukan, akhirnya rekeningnya tidak ada transaksi,” tambahnya.
Tak hanya itu, masyarakat di pedesaan yang tidak aktif menggunakan rekening juga didorong oleh kondisi mereka yang biasanya melakukan transaksi hanya 6 bulan atau 1 tahun sekali.
“Tidak ada ATM, tidak ada merchant buat transaksi. Mereka juga tidak mampu membeli smartphone. Apakah mereka harus melakukan transaksi setiap hari dengan pergi ke daerah yang lebih maju?” tuturnya.
Ia menambahkan, “Pola pikir yang mengharuskan ada transaksi setiap 3 bulan sekali adalah pola pikir sesat.”
Selain kerugian karena uang dalam rekening ikut hangus, pemblokiran ini juga disebut menimbulkan kerugian pasca terblokir, yaitu biaya yang ditimbulkan dari pembukaan kembali rekening yang tidak bersalah.
Lebih lanjut, pemblokiran rekening dormant untuk menghalau pergerakan judi online adalah hal yang keliru.
Penyalahgunaan rekening justru semakin aktif rekeningnya. Mereka pasti aktif dalam bertransaksi dengan menjadi rekening penampung judi online atau bahkan pemain judi online yang adiktif,” katanya.
Ia melanjutkan, “Jadi yang pasif (tidak tersangkut penyalahgunaan) dibekukan, justru yang aktif (bisa tersangkut penyalahgunaan) dibiarkan. Ada kekhawatiran ada jual beli rekening tidak aktif, namun seharusnya yang diberantas adalah mafia jual beli rekening, bukan rekeningnya.”
Menurut UU No.8 tahun 2010, perintah untuk pemblokiran dimiliki oleh Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim. Dalam UU P2SK pemblokiran bisa diperintahkan juga oleh OJK.
”Pertanyaannya adalah apakah PPATK termasuk salah satunya?” tanyanya.
Sebelumnya, tujuan pemblokiran yang dilakukan PPATK bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan yang menggunakan rekening dormant, meliputi praktik jual beli rekening ilegal, penggunaan rekening untuk menampung hasil kejahatan atau aktivitas ilegal, pencucian uang hingga perjudian online.
Rekening yang termasuk dalam kategori dormant biasanya adalah rekening-rekening bank yang tidak menunjukkan aktivitas transaksi (baik itu transfer dan menerima uang) dalam kurun waktu 3 sampai 12 bulan, tergantung dengan kebijakan masing-masing bank.