Pengamat Angkat Bicara Soal Verifikasi Iris Mata World ID yang Viral

Uzone.id – Perdebatan terkait verifikasi data menggunakan data biometrik semakin memanas, apalagi setelah munculnya layanan World App atau World Coin bikinan perusahaan Tools for Humanity yang didirikan oleh Sam Altman.
Yap, ada yang bilang verifikasi data pakai retina mata itu sangat berbahaya, ada juga yang bilang kalau verifikasi pakai data biometrik yang satu ini punya banyak kelebihan.
Alfons Tanujaya, pakar siber dari Vaksincom mengungkap beberapa skenario menarik terkait keamanan data menggunakan iris mata ini. Salah satu yang disoroti adalah akan susahnya para pemilik data untuk memalsukan identitas mereka.
“Contoh yang paling ngeselin adalah war ticket. Yang menang bukan manusia, tapi bot. Yang ngeklik kayak lagi main Ragnarok, seratus tiket per detik. Coba semua beli tiket pake aplikasi World ID, yang bisa login cuman manusia beneran,” katanya dalam keterangan yang diterima Uzone.id, Selasa, (06/05).
Skenario lain adalah akun bot atau buzzer akan menghilang jika media sosial menerapkan verifikasi seperti ini. Karena, jika platform media sosial menggunakan verifikasi biometrik seperti iris mata, maka nantinya satu orang pengguna hanya akan memiliki satu akun saja.
“Atau yang punya KTP ganda, iris kamu tetap sama dan pasti ketahuan,” tambahnya.
Skenario ini menjadi sisi positif yang muncul ketika menerapkan verifikasi biometrik menggunakan iris mata, seperti yang ditawarkan oleh World ID saat ini.
Soal ketakutan data verifikasi iris mata yang kabarnya bisa bocor, Alfons mengaitkannya dengan aktivitas sehari-hari warga digital yang memberikan akses lokasi hingga suara pada platform media sosial, sehingga data mereka sebenarnya sudah tertampung.
Namun, balik lagi. Yang menjadi sorotan adalah bagaimana platform World ID ini mengamankan data iris mata para penggunanya. Alfons menjelaskan kalau data iris mata ini perlu akses enkripsi yang hanya bisa dibuka oleh mereka yang memiliki data dekripsi–which is pemilik asli.
“Data iris kamu disimpan dan dienkripsi. Kalau mau dibuka harus punya data dekripsinya yang cuma disimpan di perangkat pemilik iris. Jadi ya silahkan pecahkan itu, (ini) seperti data yang dienkripsi oleh ransomware,” tambahnya.
Kehadiran World ID ini dinilai menjadi ide yang bagus dalam memecahkan masalah. Sehingga masyarakat dan berbagai pihak perlu mempertimbangkannya kembali. Namun, Alfons tak menutup mata kalau nantinya akan ada resiko yang ditimbulkan, sehingga Indonesia diminta untuk melakukan audit dan meminta perusahaan agar bergerak secara transparan.
"Resiko pasti ada. Tapi kalau disimpan di Indonesia lalu di audit dan transparan, bisa kok. Yang penting kita langsung jangan tolak mentah-mentah," ujarnya.
Sementara itu, World ID yang berada dibawah naungan Tools for Humanity telah dibekukan aksesnya oleh Kementerian Komdigi karena layanan ini belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dan tidak memiliki TDPSE sebagaimana diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan.
Setelah dibekukan komdigi, Tools for Humanity juga memutuskan untuk memberhentikan layanan verifikasi data mereka di Indonesia secara sementara.
“World telah menghentikan sementara layanan verifikasi di Indonesia secara sukarela dan saat ini tengah mencari kejelasan terkait persyaratan izin dan lisensi yang relevan,” kata perwakilan Tools for Humanity.
Mereka melanjutkan bahwa pihaknya telah lebih dulu berdiskusi dengan pemerintah dalam memperkenalkan layanan verifikasi ini di Indonesia.