Mark Zuckerberg Tawarkan Gaji Rp163 Miliar buat Peneliti AI

Uzone.id – Mark Zuckerberg menawarkan gaji fantastis untuk menarik orang-orang agar bergabung dengan tim “superintelligence”. CEO Meta tersebut menegosiasikan gaji sekitar USD10 juta pertahun, atau sekitar Rp163 miliar.
Angka tersebut diungkapkan oleh Deedy Das lewat tulisannya di X. Mantan karyawan Google tersebut menuliskan.
“Benar. Tawaran Meta untuk tim 'superintelligence' benar-benar gila. Jika Anda bekerja di laboratorium AI besar, Zuck secara pribadi menegosiasikan $10 juta+/tahun dalam bentuk uang tunai. Saya belum pernah melihat yang seperti itu," begitu tulisnya.
Saat ini, Mark Zuckerberg memang tengah gencar merekrut karyawan. Bahkan, tak sedikit yang dihubungi oleh Mark secara langsung. Meta dan Mark dikabarkan menargetkan 50 orang untuk bergabung dengan tim superintelligence.
Upaya ini dilakukan Mark Zuckerberg dalam ambisinya untuk menjadikan Meta sebagai perusahaan pertama yang mencapai kecerdasan super yang melampaui OpenAI dan Google. Di sisi lain, kabarnya ia juga merasa frustasi dengan penerimaan yang buruk terhadap Llama 4.
Selain Alexandr Wang yang merupakan pendiri Scale AI, perusahaan dilaporkan telah berhasil menggandeng periset AI Jack Rae dari Google DeepMind, dan Johan Schalkwyk dari Sesame AI untuk bergabung.
Meta juga mencoba untuk merekrut peneliti AI dari OpenAI untuk bergabung dengan tim superintelijen. Meta dilaporkan telah mencoba mengajak Noam Brown, seorang peneliti utama di OpenAI, dan Koray Kavukcuoglu yang merupakan seorang arsitek AI di Google. Namun, usaha tersebut gagal.
CEO OpenAI Sam Altman dalam sebuah podcast bersama Jack Altman mengungkapkan bahwa Mark Zuckerberg menawarkan bonus penandatanganan sebesar $100 juta. “Saya sangat senang bahwa, setidaknya sejauh ini, tidak ada orang terbaik kami yang memutuskan untuk menerima tawarannya,” ungkapnya.
Sam mengungkapkan bahwa ia yakin karyawannya menilai bahwa OpenAI memiliki peluang lebih baik untuk mencapai AGI (Artificial General Intelligence).
Ia juga menyatakan bahwa ia yakin fokus Meta pada kompensasi karyawan yang tinggi, dan bukan pada misi AGI, kemungkinan tidak akan menumbuhkan budaya yang “hebat”.