Telco

Komdigi Dorong Pakai eSIM Untuk Hindari Kejahatan, Memang Bisa?

Vina Insyani
Komdigi Dorong Pakai eSIM Untuk Hindari Kejahatan, Memang Bisa?

Uzone.id — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melalui Peraturan Menteri No. 7 Tahun 2025 mendorong penerapan eSIM pada seluruh masyarakat Indonesia yang sudah memiliki smartphone memadai.

Dalam konferensi pers, Jumat, (11/04), Komdigi mencatat baru ada kurang lebih 5 persen masyarakat yang sudah bermigrasi dan menggunakan eSIM. Dengan angka tersebut, Komdigi mendorong para operator seluler untuk melakukan sosialisasi dan kampanye bagi masyarakat untuk berpindah ke eSIM.

Migrasi ke eSIM ini juga mendukung Komdigi untuk menghindari ragam kejahatan yang memanfaatkan layanan seluler, salah satunya penyalahgunaan dan pencurian data pribadi.

“Kita tahu banyak sekali nomor, banyak aduan yang mengatakan bahwa NIK-nya digunakan oleh orang lain. Maka dengan pendaftaran eSIM ini, dengan dilengkapi teknologi biometrik ini bisa tereduksi dengan signifikan,” kata Meutya dalam konferensi pers, Jumat, (11/04).

Menanggapi hal tersebut, pengamat siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya menyampaikan bahwa dirinya mengapresiasi upaya Komdigi dalam membersihkan ruang digital di Indonesia melalui percepatan migrasi ke eSIM ini.



Menurutnya, para operator juga bisa secara proaktif melakukan hal lain demi mendorong migrasi eSIM ini, salah satunya adalah dengan memberikan promo khusus seperti diskon tagihan atau pulsa bonus bagi ponsel yang mengadopsi eSIM.

Akan tetapi, di sisi lain, Alfons menyoroti tujuan lain dari pemerintah soal migrasi ini. Dalam pernyataan yang diterima Uzone.id, Senin, (14/04), Alfons mengatakan bahwa kejahatan digital saat ini memanfaatkan layanan seluler seperti penipuan digital, judi online, investasi bodong dan aktivitas jahat lainnya sangat marak dan sudah pada taraf yang sangat mengkhawatirkan.

Akan tetapi, Alfons menyebut bahwa langkah tersebut kurang realistis karena eSIM saat ini masih belum digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia, apalagi smartphone yang digunakan adalah smartphone flagship yang hanya kalangan tertentu yang menggunakannya.

“Jika Komdigi memiliki keyakinan transformasi SIM kartu ke eSIM dapat menjadi kunci melawan kebocoran data dan penyalahgunaan identitas, rasanya Komdigi salah memilih keyakinan karena keyakinan tersebut kurang realistis,” kata Alfons.

Ia melanjutkan, “sebab utamanya ada dua. Pertama perangkat yang bisa mengadopsi eSIM di Indonesia masih sangat sedikit sekitar 15 persen dan mayoritas adalah perangkat high-end yang jarang digunakan untuk kejahatan digital karena terlalu mahal.”

Poin kedua adalah permasalahan dari penyalahgunaan SIM sendiri di Indonesia bukan terletak pada bentuk fisiknya. Alfons menyebut bahwa baik itu SIM fisik maupun eSIM, tetap tak berpengaruh.



“Tetapi karena sistem dan prosedur pendaftaran kartu SIM yang tidak dijalankan dengan baik dan benar yang memungkinkan penyalahgunaan kartu SIM,” katanya.

Jadi sekalipun sudah menggunakan eSIM, Alfons menyebut jika sistem dan prosedur pendaftaran tidak diperbaiki dengan baik, maka penyalahgunaan layanan seluler untuk aksi kejahatan tetap akan marak.

Alfons pun memberi usulan lain bahwa sebenarnya, kejahatan dan penipuan online bisa ditekan tanpa harus migrasi dari SIM card ke eSIM atau menunggu eSIM tersedia di semua perangkat ponsel.

Yang dibutuhkan adalah ketegasan dan konsistensi menjalankan aturan yang sudah ditetapkan. Salah satunya dengan menindak tegas pelaku penyalahgunaan.

“Pemerintah dapat memberikan penindakan yang tegas pada penyalahgunaan layanan seluler untuk kejahatan dan memberikan efek jera dan sanksi yang terukur dan membuat jera,” tambahnya.

Selain itu, metode realistis lainnya adalah dengan melakukan pemblokiran IMEI untuk setiap ponsel yang terbukti melakukan fraud.



“Buat sistem khusus untuk menerima laporan fraud dan setiap nomor ponsel yang terbukti melakukan fraud diidentifikasi dan IMEI ponsel yang melakukan fraud itu diblokir dan tidak bisa menggunakan layanan seluruh operator di Indonesia,” usulnya.

Pemblokiran IMEI ini nantinya bisa menyulitkan penipu untuk menggunakan layanan seluler karena konsekuensinya, ponsel jadi tidak berfungsi dan biaya melakukan fraud jadi sangat mahal karena harus membeli ponsel baru.

“Dengan metode sederhana tapi tegas ini, niscaya upaya eksploitasi layanan seluler untuk aksi kejahatan akan dapat ditekan dan menurun dengan signifikan. Tidak perlu menunggu eSIM tersedia dahulu,” pungkasnya.