Headline

Jammer hingga Anti-Drone Dipakai Vatikan demi Jaga Rahasia Conclave

Hani Nur Fajrina
Jammer hingga Anti-Drone Dipakai Vatikan demi Jaga Rahasia Conclave

Uzone.id – Proses pemilihan Paus di Vatikan, yang dikenal sebagai conclave, selalu diselimuti kabut kerahasiaan. Namun, di tengah ledakan teknologi digital saat ini, Vatikan tak tinggal diam. Mereka menggabungkan tradisi kuno dengan perangkat teknologi canggih demi memastikan proses sakral ini terhindar dari kebocoran informasi atau gangguan dari luar.

Menjelang pemilihan penerus Paus Fransiskus yang dimulai pada 7 Mei 2025, Vatikan mengambil langkah luar biasa: seluruh layanan seluler di wilayah kota suci itu dimatikan, dan alat pengacak sinyal (signal jammer) berteknologi tinggi diaktifkan.

Langkah ini, sebagaimana dilaporkan oleh media Italia, bertujuan memblokir sinyal smartphone, radio, hingga jaringan internet, sehingga mustahil bagi siapa pun di dalam Kapel Sistina untuk mengirim atau menerima informasi.



Jammer militer dan lantai baru Kapel Sistina

Kabarnya, jammer yang digunakan berstandar militer, mampu mengacaukan semua frekuensi dalam radius tertentu.

Bahkan, ada laporan yang mengatakan bahwa lantai baru yang dipasang di Kapel Sistina bukan sekadar untuk kenyamanan kardinal yang sebagian besar berusia di atas 70 tahun, melainkan juga untuk menyembunyikan perangkat jammer di bawahnya.

Meski begitu, ada pula yang menyebutkan bahwa alat ini ditempatkan di dekat jendela atas, untuk memaksimalkan jangkauan gangguan sinyal.

(Foto: dok. Vatican News)
(Foto: dok. Unsplash)

Teknologi ini bukan hanya efektif memblokir ponsel, tetapi juga menggagalkan potensi penyadapan lewat mikrofon tersembunyi, alat perekam, atau bahkan komputer kecil yang mungkin diselundupkan.

Pada conclave 2013, disebut-sebut Vatikan juga menggunakan Faraday cage, perangkat semacam perisai elektromagnetik, untuk menyekat Kapel Sistina dari gelombang elektronik luar.

Pertahanan anti-drone

Ancaman kebocoran informasi tak hanya datang dari dalam, tetapi juga dari udara. Oleh karena itu, Vatikan tak main-main dalam menangkal drone yang mungkin mencoba mengintip proses rahasia ini. Jendela-jendela Kapel Sistina telah ditutupi film buram untuk mencegah pengintaian dari atas.

(Foto ilustrasi: Annie Spratt/Unsplash)
(Foto ilustrasi: Annie Spratt/Unsplash)

Lebih jauh lagi, seperti yang pernah diterapkan saat pemakaman Paus Benediktus XVI, otoritas Italia dilaporkan siap menggunakan "bazooka anti-drone", senjata elektronik yang dapat menembak jatuh atau melumpuhkan drone yang melanggar wilayah udara Vatikan.

Sumber di Vatikan menyatakan bahwa kota-kota kecil ini memiliki sistem deteksi drone sendiri yang dapat diaktifkan kapanpun sesuai keinginan.

Shutdown jaringan dan “sumpah berat”

Pada hari voting, tepat pukul 3 sore waktu setempat, seluruh menara seluler di wilayah Vatikan dimatikan. Ini dilakukan 1,5 jam sebelum 133 kardinal yang memiliki hak suara secara resmi ‘dikurung’ di dalam Kapel Sistina untuk memulai proses pemilihan.

Shutdown ini berlangsung hingga Paus baru diumumkan ke publik melalui asap putih yang mengepul dari cerobong Kapel Sistina ke Lapangan Santo Petrus.

Namun, teknologi hanyalah satu sisi dari strategi Vatikan.

(Foto: Caleb Miller/Unsplash)
(Foto: Caleb Miller/Unsplash)

Mengutip ABC, semua orang yang terlibat, mulai dari kardinal, imam, hingga staf seperti koki, sopir, petugas kebersihan, dan penjaga, diwajibkan mengucapkan sumpah kerahasiaan mutlak. Siapa pun yang melanggar sumpah ini secara otomatis akan dikenai hukuman ekskomunikasi (pengucilan), yang hanya bisa dicabut langsung oleh Paus yang baru terpilih.

Sumpah ini, yang diperbarui oleh Paus Benediktus XVI pada 2013, bahkan secara spesifik menyebutkan larangan menggunakan alat perekam audio atau video dalam bentuk apapun selama masa conclave.

Ancaman sanksinya jelas: ekskomunikasi otomatis.



Menurut juru bicara Vatikan, Matteo Bruni, semua langkah ini lebih dari sekadar soal teknis. Ia menyebutkan bahwa conclave adalah proses spiritual yang mendalam, di mana para kardinal berdoa, bermeditasi, dan merenung siapa yang paling layak menjadi pemimpin Gereja Katolik berikutnya.

"Ini bukan sekadar soal teknis, ini tentang proses yang menyatu dengan doa dan pertimbangan iman," ujarnya.

Dengan perpaduan antara tradisi yang kuat dan teknologi keamanan modern, Vatikan berusaha memastikan bahwa proses pemilihan Tahta Suci tetap murni, bebas dari gangguan era digital, dan sepenuhnya berada di bawah kendali internal gereja.