Shadow Economy Disebut Biang Pajak Seller Online: Apa Itu dan Kenapa?

Uzone.id —
Pemerintah serius untuk memungut pajak pada pelaku UMKM di e-commerce dengan
tujuan untuk menciptakan keadilan, kemudahan administrasi, meningkatkan
kepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antara pelaku usaha tanpa
menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga menjelaskan kalau
penerapan aturan ini bertujuan untuk memperkuat pengawasan dan menutup adanya
celah shadow economy.
Hal ini menimbulkan pertanyaan lain, apa itu shadow economy yang menjadi alasan dibalik penerapan pajak pada seller e-commerce?
Mengutip dari situs Australian Taxation Office, shadow
economy mengacu pada pihak atau orang-orang yang beroperasi sepenuhnya di
luar sistem perpajakan, peraturan, di luar pihak berwenang tapi tidak
melaporkan kewajiban mereka dengan benar.
Singkatnya, shadow economy adalah tindakan yang
berlangsung di luar pengawasan otoritas resmi sehingga transaksi yang terjadi
tidak tercatat secara resmi dan tidak terkena pajak.
Karena sulit untuk teridentifikasi, shadow economy biasanya
dikenal dengan sebutan praktik penumpang gelap atau underground economy. Dampak
akibat shadow economy terus berlanjut akan berpengaruh pada pertumbuhan
ekonomi suatu negara.
Tak hanya berdampak pada penerimaan negara, shadow economy
juga berimbas terhadap potensi kenaikan tarif pajak.
Di Indonesia, tingkat shadow economy bisa mencapai angka 30 hingga 40 persen dari nilai PDB. Melihat besarnya angka shadow economy di Indonesia, tak heran kalau ini menjadi salah satu pendorong pemerintah Indonesia untuk menerapkan pajak di pelaku usaha online.
“Ketentuan ini juga bertujuan untuk memperkuat pengawasan
terhadap aktivitas ekonomi digital dan menutup celah shadow economy, khususnya
dari pedagang online yang belum menjalankan kewajiban perpajakan,” kata
Rosmauli Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat
Jenderal Pajak.
Hal ini biasanya terjadi karena kurangnya pemahaman maupun
keengganan menghadapi proses administratif yang dianggap rumit.
“Dengan melibatkan marketplace sebagai pihak pemungut,
diharapkan pemungutan PPh Pasal 22 ini dapat mendorong kepatuhan yang
proporsional, serta memastikan bahwa kontribusi perpajakan mencerminkan
kapasitas usaha secara nyata,” ujarnya.
Hingga saat ini, peraturan mengenai penunjukan
marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 masih dalam proses finalisasi di
internal pemerintah. Pemerintah berencana untuk menerapkan ini di bulan Juli
2025 ini.