Huru-hara Kuota Hangus: Pemerintah Ikut Rugi? Ini Faktanya

Uzone.id — Keluhan soal kuota
hangus masih terus bergulir di tengah masyarakat. Menurut laporan dari Anggota
Komisi I DPR RI dari Fraksi PAN Okta Kumala Dewi, potensi kerugian negara
akibat kuota hangus ini mencapai Rp63 triliun per tahunnya.
Temuan ini pun menimbulkan pro dan kontra, dari pihak ATSI,
aturan yang telah diterapkan mengenai kuota dan masa aktif ini sudah sesuai
dengan aturan yang berlaku yaitu Pasal 74 Ayat 2 PM Kominfo No. 5 Tahun 2021.
Sistem masa aktif ini juga sebenarnya sudah diterapkan industri telekomunikasi di beberapa negara. Jadi, hal ini bukanlah hal yang baru di dunia telekomunikasi.
Di satu sisi, Ahmad Alamsyah Saragih selaku pakar
Keterbukaan Publik, dalam acara Selular bertajuk “Mekanisme Kuota Data Hangus’,
Rabu, (16/07), menjelaskan mengenai potensi kerugian keuangan negara yang
ditimbulkan oleh kuota hangus ini.
Menurutnya, kerugian perekonomian terjadi karena secara tak
langsung menyebabkan produksi atau penyediaan layanan (kuota) menjadi tak efisien.
“Jika kuota hangus signifikan jumlahnya, maka dapat dikatakan industri menjual harga rata-rata lebih mahal secara riil dan terjadi inefisiensi dalam alokasi sumber daya,” ujarnya.
Ahmad menjelaskan kalau ini dapat menimbulkan shadow cost
dalam sistem industri telekomunikasi, dan akan merugikan investor di capital
market.
Sementara untuk perekonomian negara, Ahmad menyebut tidak
ada kerugian secara langsung bagi negara terkait kuota hangus ini.
“Menurut saya tidak ada kerugian negara secara langsung
terkait kondisi ini, kecuali ada belanja subsidi kuota yang digunakan (misalnya
untuk kuota pendidikan), tapi itu bukan kerugian secara langsung,” katanya.
Lebih lanjut, sistem kerugian ini justru memberikan potensi
keuntungan untuk pemerintah. Hal ini karena pajak kuota yang dibayarkan oleh
konsumen ke pemerintah sesuai dengan pembelian paket kuota di awal.
“Karena semua itu diklaim sebagai kuota hangus, kalau memang
harganya jadi kurang, berarti ada kuota yang tidak digunakan oleh masyarakat
tapi masyarakat (tetap) bayar pajak ke pemerintah,” ujarnya.