Gadget

Dari Cupertino, Batik dan Tim Cook: Cerita WWDC Pertama Kami

Hani Nur Fajrina
Dari Cupertino, Batik dan Tim Cook: Cerita WWDC Pertama Kami

Tulisan ini adalah sepenuhnya opini penulis.

Cupertino, Amerika Serikat, Uzone.id — Dua kata: selalu menyenangkan. Mungkin karena masih ‘langka’ untuk bisa diundang oleh Apple ke acara-acara tahunannya. Yang jelas, rasanya selalu menyenangkan untuk bisa kembali ke Apple Park yang bersemayam di Cupertino.

Ini kali kedua tim Uzone menghadiri acara Apple, dan kali pertama kami datang untuk Worldwide Developer Conference (WWDC). 

September lalu, tim Uzone menginjakkan kaki pertama kali di Steve Jobs Theater untuk menyaksikan kelahiran iPhone 16 series. Rasanya campur aduk. Senang, deg-degan, dan cukup keteteran. Acara pun berlangsung sangat rapi, minim basa-basi, dan experience zone desak-desakan sana sini.

Kemudian di bulan Juni ini, tim Uzone kembali bertamu ke Apple Park untuk WWDC. Benar saja, dari konsep acara hingga materi yang disampaikan sangatlah berbeda dari Apple Event yang meluncurkan generasi terbaru iPhone.



Lokasinya di area Apple Park, outdoor, adem, dan sangat energetic. Orang-orang bersorak, semangatnya sangat terasa, nuansa kasual, dan penuh lautan manusia. Maklum, tamunya banyak developer — komunitas yang sangat dihargai oleh Apple.

Meski tidak ada experience zone, nyatanya WWDC lebih bikin pusing tujuh keliling karena banyak pengumuman pembaruan OS tanpa henti. Entah ada atau enggak istilah “pusing in a good way”, tapi itu yang dirasakan tim Uzone. Informasi yang diserap begitu banyak.

Sebagai WWDC pertama, kami tentu tidak punya ekspektasi spesifik tentang acara ini, karena hal unik dari acara-acara Apple adalah pengalaman yang dirasakan dari awal sampai akhir. Jadi, bisa menyelesaikan keynote WWDC sampai selesai saja, rasanya sudah senang.

Usai acara, tamu dari Indonesia yang terdiri dari 5 orang —termasuk Uzone— diminta untuk langsung meninggalkan venue dan berjalan kaki ke arah dalam kantor Apple. Suasana di dalam kantor Apple tidak boleh difoto sama sekali. 

Setelah menyusuri kantor yang kerap dijuluki “spaceship” ini, kami masuk ruangan yang lega. Kami diinfokan untuk menunggu dulu di situ. 



“Ada salah satu bos Apple yang mau bertemu, jadi nanti kalian bisa sharing kesannya seperti apa selama keynote WWDC, atau cerita singkat fitur apa yang kalian suka,” begitu kira-kira brief yang kami terima.

Nunggu, nunggu, nunggu… mungkin ada 30 menit lebih. Setelah beberapa karyawan Apple memberi aba-aba bahwa “si orang misterius” ini akan masuk ruangan, kami sama sekali tidak ada bayangan.

“Kalau berharap Craig Federighi, apakah berlebihan?” ujar saya dalam hati. 

Hitung mundur. 3, 2, 1… muncullah bapak-bapak berambut putih, berkacamata, mengenakan kemeja biru, celana panjang, dan sneakers. Ia berjalan ke arah kami dengan pace yang begitu tenang; cukup khas.

Ia menyapa kami. Kami sapa kembali. “Hi, Tim Cook!


Pertemuan yang begitu privat, singkat, namun cukup dekat. Dengan kondisi yang masih sangat terkejut, kami berlima menyampaikan beberapa update menarik dari WWDC 2025 yang menjadi favorit.

Saya bilang, saya tidak sabar menjajal multitasking di iPadOS 26 yang sudah semakin mirip dengan MacBook. Tak lupa Live Translation dalam Apple Intelligence, dan desain baru Liquid Glass.

Setelah berbincang super kilat, Tim Cook diarahkan untuk melanjutkan agenda lain. Kami diizinkan untuk berfoto bersama dan sendiri-sendiri.



Untungnya, hasil jepretan kebersamaan kami boleh dibagikan. Mana tahu ibu saya ikutan sumringah melihat saya berpose dengan Tim Cook.


Ini adalah pengalaman pertama WWDC yang sangat berkesan. Ada rasa bangga Tim Cook dapat menyempatkan waktu untuk menyapa kami, melihat kami berbusana batik, dan bilang ingin mengunjungi Indonesia lagi.

Datang ke WWDC ‘cuma’ punya harapan mencatat dan merekam konten update OS sebanyak mungkin, malah dapat oleh-oleh foto bareng Bapak CEO. Plot twist yang lagi-lagi, menyenangkan.