Cerita Pindah dari Windows ke MacBook Pro M4, Kagok Tapi Betah!

Uzone.id - Sudah khatam pakai laptop Windows, tiba-tiba dapat tantangan untuk ganti haluan ke MacBook. Gak tanggung-tanggung, MacBook Pro M4 langsung dijajal, membuat kami seolah harus belajar menggunakan laptop dari awal lagi.
Awalnya memang ribet, namun lama-kelamaan kok jadi nyaman juga? Beberapa hal membuat kami terkesima, dari desain, OS, hingga performanya. Dan ada juga segelintir fitur yang buat kami ‘kagok’ menggunakan laptop ini.
Berikut review lengkap MacBook Pro M4 yang kami suguhkan agak berbeda dari ulasan-ulasan kami sebelumnya.
Kelebihan-kekurangan MacBook Pro M4 versi user Windows

Sebagai pengguna Windows sejak lama, awkward banget pakai MacBook Pro M4 untuk kali pertama. Dari fungsi shortcut yang berbeda, tata letak menu yang gak familiar, sampai fungsi-fungsi yang buat kami simple di Windows tapi agak ribet di MacBook.
Mari bahas yang ‘kagok-kagok’ di MacBook Pro M4 buat kami seorang pengguna laptop Windows. Sesederhana mengambil screenshot saja, kalau Windows tinggal pencet tombol Print Screen doang, MacBook kudu menekan tombol yang berbeda.
Untuk mengambil gambar keseluruhan layar, harus menekan Shift + Command + 3, sementara untuk area tertentu menekan Shift + Command + 4. Tapi yang memudahkan buat kami, mengambil tangkapan video. Tinggal menekan Shift + Command + 5, kemudian tentukan area UI yang mau direkam, lebih simple ketimbang Windows 11.

Buat user baru Mac, copy-paste itu tekannya Command + C dan Command + V, bukan menggunakan tombol Control, ingat ya!
Kemudian Finder. Ini adalah File Explorer-nya versi Apple yang buat user Windows seperti kami, agak ribet pemakaiannya. Sesederhana mengganti beberapa nama file sekaligus saja, ada beberapa tahap yang harus kami lakukan.
Di Windows 11, tinggal sorot semua file-nya, tekan sekali pada namanya, terus ganti namanya saja. Otomatis, sistem Windows langsung memberikan deretan nomor pada setiap file yang diubah namanya.

Sementara MacOS, kalian harus klik kanan dulu, tekan Rename, atur fungsinya ke Format, barulah mengetikkan nama file-nya. Kelebihannya, penomoran otomatis tak terbatas pada angka ‘1, 2, 3, dst’, tapi bisa ‘a, b, c, dst’, dan format lain sesuai keinginan pengguna.
Kemudian, kalian tak bisa menyorot file dengan menekan dan menahan tombol Shift seperti Windows. Pilihannya, menggunakan Command dan pilih satu persatu file-nya, atau menggunakan mouse dengan menyorot semua file yang diinginkan. Satu lagi soal Finder, MacOS itu menerapkan sistem tagging, berbeda dengan sistem folder tradisional di Windows.
Sekarang beralih soal experience kami saat membuka aplikasi. Di Windows 11, kami bisa buka hingga empat aplikasi sekaligus dalam satu layar. Kalau di MacBook Pro M4, cuma dua aplikasi saja.

Sekalian saja membahas kelebihannya, user experience-nya yang disuguhkan laptop ini lagi-lagi lebih enak ketimbang Windows 11. Berpindah antar aplikasi, beralih antar Desktop, semuanya tinggal pakai trackpad saja. Dan animasinya pun tidak kaku, rasanya lebih enak dilihat saja.
Tata letak menunya juga agak berbeda. Windows 11 pun sama—letaknya di tengah bawah layar, dimana taskbar menampilkan aplikasi yang sedang berjalan dan sudah di-pin pengguna.

Sementara di MacOS, namanya adalah Dock yang secara default letaknya juga di bawah. Sejujurnya, inilah konsep taskbar yang paling luwes buat kami. Kagok awalnya, tapi lama-lama memudahkan kami untuk bekerja dan mengakses lebih cepat aplikasi yang sering kami buka.
Di Dock, ada rentetan aplikasi yang terpampang. Biasanya, bila ada indikator kecil di bawah ikonnya, itu menunjukkan aplikasi sedang terbuka. Kalian juga bisa menaruh aplikasi apapun di Dock untuk akses cepat.
Di sinilah yang membedakannya dengan Windows 11. Sistem Mac bisa mendeteksi aplikasi apa saja yang sering kalian buka. Otomatis, MacOS akan memasukkannya ke dalam area kanan Dock, tanpa perlu kalian tambahkan sebagai aplikasi favorit.

Kemudian, gak usah repot-repot buka Finder (File Explorer di Windows 11) untuk membuka file Download atau Trash. Semuanya tersedia di sisi kanan Dock, jadi lebih cepat untuk mengaksesnya.
Juga, Launchpad di MacOS lebih intuitif buat kami. Di sini, terdapat kumpulan aplikasi yang sudah terpasang di laptop. Tapi gak perlu repot-repot buka Launchpad untuk membuka aplikasi, tinggal tekan F4 atau Command + Space untuk mencari apapun di MacBook kalian, termasuk aplikasi untuk dijalankan.

Yang paling mantap buat kami, bahkan laptop Windows pun belum bisa menandinginya sampai sekarang, adalah integrasi dengan ekosistem Apple lainnya yang sangat-sangat mulus.
Semudah copy-paste antar perangkat, kontrol iPhone di layar MacBook, hingga AirDrop yang memudahkan transfer file antar perangkat secara wireless. Di Windows, fungsi-fungsi ini mungkin bisa saja dilakukan, tapi perlu memasang aplikasi pihak ketiga atau butuh syarat tertentu terlebih dahulu.
Keyboard paling nikmat buat ngetik

Banyak laptop Windows yang sudah kami coba, banyak juga yang enak keyboard-nya buat ngetik. Tapi setelah nyobain MacBook Pro M4, asli deh, ini baru keyboard paling enak buat ngetik. Jarak antar tombolnya pas (1 mm), memberikan pengalaman mengetik anti-typo yang mantap.
Dari pengujian kami di 10fastfingers, 105 words per minute kami dapatkan dengan akurasi 98,13 persen. Bukan jaraknya saja yang sangat pas, feedback keyboard ini juga sangat enak, efek clicky tetap dapat, empuknya juga pas.
Huruf-hurufnya juga terlihat jelas dengan lampu latarnya yang tak menyilaukan bila harus bekerja di malam hari atau kondisi yang agak gelap.

Bukan cuma keyboard, touchpad MacBook Pro M4 juga enak. Ukurannya luas, memberikan kami ruang untuk menggeser dan menggulir dengan nyaman, serta responsif juga. Ditambah, ada fitur Force Touch yang peka terhadap tekanan, memberikan berbagai pilihan input dan menu yang sudah kalian sesuaikan sebelumnya.
Ada tiga tingkatan tekanan, ringan (hanya tap), sedang (sekali klik), dan keras (dua kali klik).
Visual yang bikin takjub, tapi ada ‘poni’

MacBook Pro M4 mengusung layar Liquid Retina XDR yang benar-benar memanjakan mata. Panel mini-LED ini menyajikan warna yang vibrant dan akurat, dengan tingkat kecerahan dan kontras yang luar biasa.
Kebetulan, MacBook Pro M4 yang kami review menggunakan layar berlapis nano-texture seperti lapisan matte yang membuatnya mampu mengurangi silau dan efek pantulan cahaya di layar. Bicara tingkat kecerahannya, panel ini sanggup suguhkan hingga 1.600 nits pada peak mode.
Nonton film, main game, atau mengedit foto dan video juga, menunjukkan detail, warna, kepekatan warna hitam yang bikin takjub. Plus, teknologi ProMotion 120Hz juga membuat UI-nya terasa lebih sat set.

Kurangnya satu aja sih, kenapa harus ada notch sih? Buat kami user laptop Windows yang banyaknya bezel-less, kehadiran ‘area poni’ ini sangat mengganggu. Sangat disayangkan, lantaran kami sudah dipuaskan dengan kemampuan visual laptop ini yang bagus, tapi harus berkurang dengan area poni yang cukup besar.
Memang sih, area poni ini untuk menyimpan kamera Center Stage 12 MP yang meningkat signifikan dari macBook Pro M3. Selain kualitasnya lebih oke, ada juga fitur baru bernama Desk View yang memungkinkan kalian memperlihatkan dokumen atau catatan penting saat meeting online menggunakan webcam.

Tinggal buka Desk View, maka bidang pandang kamera di bagian bawah akan memperlihatkan dokumen secara lebih jelas.
Bukan cuma visual, audio MacBook Pro M4 juga sama bagusnya. Susunan enam speaker yang terdiri dari dua pasang force-cancelling woofer dan dua tweeter, membuat suaranya cenderung lebih ngebass dan minim distorsi. Asyik lah buat dipakai ajojing nyetel lagu di Apple Music, atau nonton film hi-res tanpa pakai speaker eksternal sekalipun.
Performa M4, baterainya awet

Sekarang mari kita bicara soal dapur pacunya. Apple M4, otak yang menyokong MacBook Pro keluaran terbaru ini memang lebih andal dari sebelumnya.
Prosesor ini Dilengkapi CPU 10-core yang lebih andal, dengan empat core performa dan enam core efisiensi, serta GPU 10-core yang lebih cepat. MacBook Pro baru juga memiliki memori terintegrasi yang lebih cepat mulai dari 16 GB dengan dukungan hingga 32 GB, disertai bandwidth memori 120 GB/s.
Performanya memang oke banget, ya kalau laptop Windows sih masuknya kinerja flagship. Ngebut, semua aplikasi terbuka dengan instan, multitasking mulus tanpa lag sedikit saja, bahkan saat membuka banyak tab browser atau menjalankan beberapa aplikasi berat sekaligus.
Sejujurnya, kami tak banyak menggunakan laptop ini untuk edit foto maupun video. Cuma buat gaming, beuh gila juga performanya. Tanpa bantuan daya charger, main game Assassin’s Creed Shadows terbaru, grafisnya yang dikasih sudah luar biasa.

Transisi gameplay-nya mulus, teksturnya mantap, grafisnya di kelas Medium yang buat kami sudah lebih dari cukup. Bakal lebih bagus lagi kalau disokong daya listrik, grafis yang dihasilkan ‘rata kanan’ lagi dengan gameplay yang jauh lebih smooth dari sebelumnya.
Satu hal lagi yang membuat saya kagum adalah efisiensi dayanya. Aman banget bawa laptop ini untuk kerja seharian tanpa harus bawa charger. Asalkan baterai penuh dari rumah, kalian bisa kerja full dengan baterai yang masih tersisa di malam harinya.
Memang seawet itu baterai MacBook Pro M4. Apple sendiri mengklaim daya tahan MacBook Pro M4 bisa sampai 24 jam, dan klaim tersebut memang benar terjadi. Menggunakan laptop ini seharian untuk kerja, dari buka banyak tab browser, buka Notes, nonton YouTube, sesekali Netflix-an, atau sambil dengar Apple Music, rasanya baterai laptop ini sulit untuk turut (persentasenya).
Kesimpulan

MacBook Pro M4 ini kayak cinta yang datang perlahan. Awalnya bikin kagok, apalagi buat yang udah lama nyaman di Windows, tapi lama-lama malah bikin betah. Mulai dari OS-nya yang nyaman, performa M4 yang ngebut, sampai ke integrasi antar perangkat Apple yang mulus banget. Meski beberapa fitur MacOS kayak shortcut dan Finder sempat bikin bingung, tapi user experience-nya terasa lebih smooth, responsif, dan nyaman dipakai harian.
Bagian yang paling nyantol buat kami, keyboard-nya yang super enak dipakai ngetik, layar Liquid Retina XDR yang cakep banget, plus audio yang nendang tanpa perlu speaker tambahan. Memang ada sedikit minus kayak “poni” yang agak ganggu dan keterbatasan split-screen cuma dua aplikasi, tapi itu sudah ketutup sama performa, baterai awet, dan pengalaman yang makin lama makin asik.
Setidaknya, buat kami yang lama pakai Windows, nggak menyesal ‘pindah haluan’ ke MacBook Pro M4.