Digilife

Bisakah Indonesia Susul China dalam Dominasi AI? Ini Kuncinya!

Vina Insyani
Bisakah Indonesia Susul China dalam Dominasi AI? Ini Kuncinya!

Uzone.id — Saat ini, ‘perang’ teknologi antara Amerika Serikat dan China terus bergulir. Salah satu yang masih hangat diperbincangkan adalah perang AI, dimana Amerika yang awalnya mendominasi kini harus menerima fakta kalau China sudah mulai mengejar.

Yup, China lewat teknologi AI mereka seperti DeepSeek, Yuanbao, Moonshot hingga Qwen 2.5 mulai dikenal secara global. DeepSeek misalnya, platform ini mendapat popularitas tinggi usai mampu menghadirkan respon yang lebih canggih nan kompleks dibanding ChatGPT maupun Gemini.

Di tengah ‘perang’ AI ini, muncul pertanyaan apakah Indonesia nantinya bisa menjadi negara yang setara dengan China terkait teknologi ini, atau minimal seperti Singapura yang sekarang sudah diberi julukan sebagai Smart Nation.

“Ketika kita ingin menyusul (negara dengan teknologi AI), maka yang harus kita siapkan adalah teman-teman talent. Mereka harus belajar lebih ekstra dan lainnya,” kata Business Director PT. Metranet, Faisal Yusuf dalam acara Panel Discussion Student Research Day FEB UI, Jumat, (09/03).



Menurutnya, apa yang dilakukan oleh China ini adalah sebuah langkah inovatif yang tidak terpaku pada keterbatasan teknologi. Mereka memaksimalkan talenta digital mereka di tengah keterbatasan sumber teknologi yang ada.


Seperti yang kita tahu, semenjak tahun 2022, Presiden AS kala itu, Joe Biden, memutuskan untuk menerapkan kebijakan ekspor dimana pihaknya membatasi ekspor chip Nvidia ke China. Pada akhirnya, researcher bahkan pelajar dari China tidak bisa menggunakan teknologi (terbaru) NVIDIA dan tidak bisa melakukan import GPU atau prosesor yang bisa menjalankan program-program yang sangat masif.

“Tapi, akhirnya apa yang dilakukan? Dia mempunyai CPU sendiri. Dan itu menunjukkan bahwa walaupun kami dibatasi secara teknologi infrastructure, mereka bisa membuat sebuah algoritma yang lebih efisien. Teknologinya jadi lebih murah dibandingkan yang digunakan oleh AS,” tambahnya.



Talenta-talenta digital ini bisa jadi dari kalangan program developer dan lainnya yang bisa menguasai teknologi infrastruktur sekaligus memanfaatkannya.

“Jadi challenge-nya adalah seberapa kualitas talent-talent kita, kita bisa bangun untuk mengejar ketinggalan di sisi tadi yang soft skill-nya itu. Kalau hard-nya berat, kita masuk ke soft-nya,” katanya.

Ia menambahkan, “Kalau China saja bisa membuktikan, mereka punya algoritma yang lebih efisien dibandingkan AS. Maka, peluang kita ada di situ.”

Talenta digital di Indonesia sendiri sedang digodok oleh pemerintah Indonesia saat ini, dimana Badan Pengembangan SDM (BPSDM) Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menargetkan adanya 9 juta talenta digital tanah air di tahun 2030.

Untuk mencapai target ini, pemerintah terus menggandeng perusahaan besar seperti Telkom Indonesia, Indosat Ooredoo, hingga Google untuk menciptakan talenta digital berkualitas di Indonesia.