Automotive

Aturan TKDN Mau Diubah? Gaikindo Ingatkan Perlu Kajian Matang

Brian Priambudi
Aturan TKDN Mau Diubah? Gaikindo Ingatkan Perlu Kajian Matang

Uzone.id - Presiden Prabowo Subianto meminta para Menteri untuk membuat aturan TKDN yang lebih fleksibel dan realistis untuk menjaga daya saing industri. Menurut Gaikindo, mengubah TKDN perlu mempertimbangkan kajian risiko terhadap industri di dalam negeri.

Sekretaris Umum Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia), Kukuh Kumala menyebutkan pemerintah harus rasional jika ingin melonggarkan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri).

"Kalau memang bisa diefisienkan kenapa tidak, supaya kemudian banyak investor datang. Jadi itu dinamis, tapi juga dinamis yang rasional," ujar Kukuh seperti dikutip dari Antara.

"Kalau memang ada improvement (perbaikan) kenapa tidak, tapi improvement-nya itu dilandasi risiko yang telah diperhitungkan," tambahnya.



Seperti disebutkan sebelumnya Presiden Prabowo Subianto meminta menteri untuk membuat TKDN lebih fleksibel pada 8 April 2025 lalu. Menurutnya TKDN bisa diganti dengan insentif, namun belum dijelaskan aturannya seperti apa.

"Mungkin diganti dengan insentif ya. Tolong ya para pembantu saya, para menteri saya, sudahlah realistis, TKDN dibikin yang realistis saja," jelasnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan meskipun terdapat keinginan merevisi aturan TKDN, namun hingga kini pemerintah belum memperjelas sektor industri apa saja yang akan direvisi.

Kukuh menyebutkan jika TKDN di industri otomotif turut direvisi, pihaknya meminta kajian risiko tidak berdampak negatif terhadap pertumbuhan industri otomotif di dalam negeri.



Menurutnya Indonesia saat ini menduduki posisi strategis sebagai basis produksi otomotif Asia Tenggara. Sehingga jika salah langkah dalam menentukan kebijakan justru berpeluang membuat investor hengkang.

"Kita lihat sekarang ada empat sektor manufaktur, mulai dari makanan minuman pindah ke Thailand, kemudian elektronik pindah ke Vietnam, tekstil dan garmen pindah ke Bangladesh," sebut Kukuh.

"Sekarang tinggal otomotif, kalau kita salah langkah kita tidak punya lagai basis manufaktur yang bisa diandalkan, sementara kita ini sekarang sudah swasembada produk," pungkasnya.