Digilife

Adopsi AI di Perusahaan Rendah, Ahli & Regulasi Jadi Kendala

Vina Insyani
Adopsi AI di Perusahaan Rendah, Ahli & Regulasi Jadi Kendala

Uzone.id — Kecerdasan Artifisial (Artificial Intelligence/AI) masih menjadi teknologi yang booming hingga saat ini. Negara besar seperti China dan Amerika Serikat menjadi dua negara yang mendominasi teknologi tersebut.

Selain booming, AI juga diperkirakan akan menjadi salah satu game-changer dalam bisnis berbasis teknologi. Bahkan akan memiliki peran besar sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi global.

McKinsey Global Institute (2023) melaporkan kalau AI akan berkontribusi hingga USD13 triliun terhadap ekonomi dunia pada 2030, setara dengan kenaikan rata-rata Produk Domestik Bruto (PDB) global sebesar 1,2 persen per tahun.

Sayangnya, dengan potensi yang besar tersebut, AI di Indonesia belum se-massive di negara lain. Padahal, DeepSeek dan ChatGPT cukup terkenal dan banyak digunakan di negara ini.  Berdasarkan data dari Oliver Wyman 2023, saat ini hanya 13 persen saja bisnis di Indonesia yang telah berada pada tahap adopsi AI advanced.

Untungnya, soal investasi atau menggunakan AI dalam operasional perusahaan, sudah lebih dari 80 perusahaan  mulai tergerak melakukan hal tersebut.





Dengan adopsi AI di bidang bisnis saat ini, Sri Safitri, Sekjen Partnership (KORIKA) mengatakan kalau Indonesia masih berada di posisi 41 untuk kesiapan AI.

“Kalau dari sisi kesiapan AI, Indonesia masih dalam rangking 41 dari seluruh negara di dunia. Jadi, bisa dilihat lah ya itu tertinggal atau tidak,” katanya dalam acara diskusi panel bertajuk “Masa Depan AI: Mampukah Memperkuat Ekonomi Indonesia?” oleh Forwat, Senin, (12/03).

Oleh karena itu, penerapan AI di Indonesia masih harus terus didorong agar setidaknya bisa menyusul negara-negara lain seperti Singapura, China dan AS. Saat ini, batu terjal yang harus dihadapi oleh Indonesia dalam penerapan AI adalah  ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang masih terbatas. 

Menurut Sri Safitri, jumlah individu yang memiliki keahlian dalam bidang AI masih sangat sedikit. Bahkan, program studi khusus AI di Indonesia baru dimulai.

“Selain itu, keterbatasan infrastruktur digital juga menjadi hambatan besar. Kemudian, kurangnya pendanaan dan riset & pengembangan (R&D). Dari sisi regulasi, Indonesia juga menghadapi tantangan dalam pengelolaan data dan kebijakan terkait AI. Terakhir, keterbatasan akses terhadap teknologi,” ungkapnya.

Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital CELIOS juga menambahkan bahwa terlepas dari AI yang akan menjadi tulang punggung transformasi digital, pemerintah harus berperan strategis dalam mendorong pengembangan AI di tingkat nasional yaitu dari regulasi yang diterapkan dan tata kelolanya agar memaksimalkan potensi AI.

“Dengan dukungan strategi pemerintah, kolaborasi industri, serta peningkatan keterampilan tenaga kerja, AI dapat memberdayakan Indonesia menuju pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” kata Nailul.

Menurut beberapa ahli, penerapan AI di Indonesia perlu disesuaikan dengan prioritas pembangunan nasional, salah satunya dengan membentuk kolaborasi dan penelitian terkait AI.





Kolaborasi Riset & Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA) yang bertujuan menjembatani kesenjangan kolaborasi antara pemerintah, industri, akademisi, dan komunitas publik.

Senada dengan hal tersebut, Insaf Albert Tarigan, Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan juga menyebut harus adanya penyempurnaan strategi pemanfaatan AI nasional yang dapat berfungsi sebagai blueprint panduan bagi pemerintah dan sektor swasta dalam mengadopsi, mengembangkan, serta mengimplementasikan AI. 

“Dengan kebijakan yang tepat, pemerintah dapat memaksimalkan potensi kerja sama dengan mitra global, mencakup transfer teknologi, investasi, dan penelitian bersama,” ungkapnya.

Saat ini, penguatan AI di Indonesia telah diterapkan di beberapa sektor bisnis termasuk mendorong banyak sektor beralih dari fase Taker ke fase Shaper dan Maker. 

Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) menjadi salah satu contoh yang sudah memanfaatkan AI saat ini dengan menghadirkan Sahabat-AI, Indosat AI Experience Center, dan Digital Intelligence Operation Center (DIOC).

Ada juga GoTo dan Kata.ai yang mengembangkan AI dalam bisnis mereka. Di pemerintahan, ada Komdigi yang sudah menggunakan AI untuk otomatisasi layanan publik dan moderasi konten oleh Komdigi.